Pages

Kamis, 30 Juni 2016

Kisah Negeri 1001 Malam: Aladin dan Putri Raja






Aladin dan Putri Raja

Diceritakan kembali oleh: David Foulds
Penerjemah: Siti Nadroh 



Suatu hari, Aladin pergi ke pasar seperti biasa untuk menjual piring perak dari jin lampu. Saat itu, ia pergi ke toko yang berbeda dari biasanya. Ia mendapat banyak uang dari hasil menjual piring itu. Lalu Aladin memperlihatkan buah-buahan dari pohon ajaib kepada sang pemilik toko.

Aku yakin kau tidak tertarik dengan benda ini.” Kata Aladin kepada sang pemilik toko. “Tapi bukankah benda-benda ini sangat indah?”
 
“Ini permata yang sangat indah” jawab sang pemilik toko. “Simpan dengan baik, nak. Benda ini adalah harta yang sangat berharga.”

Tiba-tiba terdengar kegaduhan dipinggir jalan tidak jauh dari tempat aladin berdiri. “Apa yang terjadi?” Tanya aladin.
 
“Putri Badroulbadour sedang melewati jalanan itu.” ucap sang pemilik toko. “Ia adalah Putri raja. Ia melewati jalan ini menuju tempat pemandian. Raja tidak akan membiarkan orang lain melihat wajah putrinya, jadi semua orang harus masuk kedalam.”

Aladin ingin melihatnya. Ia bersembunyi dibalik dinding dekat dengan tempat pemandian tersebut. Kemudian Putri Badroulbadour muncul bersama pelayannya.

Saat ia tiba didekat pintu pemandian tersebut, ia melepaskan cadarnya. Aladin melihat wajah putri yang sangat cantik itu dan jatuh cinta kepadanya. Lalu ia pulang ke rumah menemui ibunya. Ia terdiam sepanjang malam memikirkan putri cantik itu. Akhirnya ia berkata kepada sang ibu. “aku menyukai Putri Badroulbadour. Aku ingin menikahinya. Kumohon temuilah Raja dan katakan kepadanya bahwa aku ingin menikah dengan putrinya.” Pintanya kepada sang ibu.

“Kau ini bodoh sekali – apa kau fikir raja akan membiarkan seorang anak tukang jahit miskin sepertimu menikah dengan putrinya?” jawab sang ibu.

“Tapi, aku mencintainya, bu. Aku harus mencoba mendapatkannya. Pemilik toko berkata kepadaku kalau buah-buahan ini adalah harta yang sangat berharga. Taruh semuanya diatas piring-piring perak dan bawa semuanya kepada sang raja. Aku yakin raja akan mendengarkanmu.”

Hari berikutnya Ibu Aladin membawa semua buah ajaib dan piring perak tersebut ke istana raja. Ia menutup buah ajaib dan piring perak itu menggunakan kain bersih, lalu menunggu diluar. Kemudian raja keluar dan memanggil Ibu Aladin untuk menemuinya.
 
Sang raja melihat kearah wanita miskin tua dengan pakaian sangat sederhana. Ia berkata kepada Wazir, seorang kepala pelayan istana, “bawa wanita itu kemari. Mungkin ia memiliki kue rumahan untukku dibalik kain itu.”
 
Ibu aladin berlutut dikaki sang Raja. “Maafkan aku, yang mulia raja.” Ia memohon. Lalu ia mengatakan betapa Aladin mencintai putri Badroulbadour. “putraku mengirim ini untukmu.” Katanya.

Ia membuka kain penutup itu lalu sang Raja melihat permata yang sangat indah dibaliknya. Matanya berkilauan. “Lihat ini, Wazir! Pernahkah kau melihat permata semacam ini? Tentu saja lelaki ini harus menikah dengan putriku!”

Wazir terlihat tidak senang dengan keputusan sang raja. Ia ingin putranya yang menikah dengan Putri Badroulbadour. “Beri aku waktu tiga bulan, yang mulia raja.” Ia memohon kepada sang raja. “Setelah itu, putraku akan memberimu sesuatu yang lebih mewah dari ini.”

Sang raja setuju dengan Wazir itu. lalu ia berkata kepada Ibu Aladin, “sampaikan ucapan terimakasihku kepada putramu atas pemberiannnya ini. Mungkin aku akan menikahkan putriku dengannya tapi ia harus menunggu selama tiga bulan. Kemudian akan aku putuskan.”

Setelah itu, Aladin merasa kalau waktu berjalan sangat lama. Dua bulan berlalu, kemudian Aladin mendengar kabar yang buruk. Putrid Badroulbadour akan menikah dengan putra Wazir malam itu juga! Aladin marah dan patah hati. Ia mengambil lampu ajaib dan mengeluarkan jin didalamnya.

“Raja memberikan putrinya kepada orang lain” kata Aladin. “Bawa Putri Badroulbadour dan putra Wazir kepadaku malam ini!” Lalu jin itu menghilang dan kembali dengan Putri Badroulbadour ditangan kanannya dan putra wazir ditangan kirinya. “Bawa putra Wazir itu ke tempat yang aman.” Ucap Aladin kepada jin lampu. Lalu ia menatap Putri Badroulbadour. “jangan takut, kau aman disini. Raja bilang aku bisa menikah denganmu tapi ia memberikanmu kepada lelaki lain. Aku harus menghentikan pernikahan itu. Tidurlah, pagi ini akan kuantar kau pulang menemui ayahmu.” Kata Aladin kepada Putri Badroulbadour. Putri Badroulbadour langsung jatuh cinta saat ia melihat Aladin. Ia tidak menyukai putra Wazir. Menurutnya, akan lebih baik jika Aladin yang menjadi suaminya. Pagi harinya, jin lampu mengembailkan putri Badroulbadour ke kamarnya di istana raja, dan ia mengembalikan putra Wazir ke rumahnya.

Suatu hari, Putra Wazir yang ketakutan akhirnya menemui raja dan menceritakan semua tentang jin lampu yang ia lihat. Ia menceritakan bagaimana jin itu membawanya pergi dengan satu tangan dan Putri Badroulbadour di tangan lainnya. Ia berfikir kalau putri raja-lah yang memberi perintah kepada jin itu dan mengira kalau putri raja adalah seorang penyihir.

“Aku tidak bisa menikahi putrimu” kata putra Wazir. Putri Badroulbadour hanya diam. Ia memikirkan Aladin.
Sang raja tidak percaya dengan cerita lelaki itu. Menurutnya, ia hanya mengarang cerita itu karena kemarahannya terhadap Aladin. Ia bersyukur karena putra Wazir tidak jadi menikah dengan putrinya.

Satu bulan kemudian ia memerintahkan pelayannya untuk membawa ibu Aladin kehadapannya. “Kuizinkan putramu untuk menikahi putriku.” Katanya. “Tapi sebelumya, ia harus membawakan empatpuluh piring perak dengan dipenuhi buah permata itu.”

“Ini akan membuat Aladin belajar untuk tidak bertindak bodoh.” Kata ibunya dalam hati. Tapi Aladin justru senang mendengarnya. Ia pergi ke kamarnya dan menggosok lampu ajaib tersebut. Seketika jin lampu muncul dihadapannya dan Aladin mengatakan apa yang ia inginkan. Dalam waktu singkat jin itu kembali bersama empatpuluh pelayan. Masing-masing pelayan itu membawa satu nampan emas berukuran besar yang dipenuhi buah permata yang sangat indah dari kebun ajaib.

Aladin memanggil ibunya dan berkata, “Tolong bawakan ini kepada raja. Dan katakan padanya bahwa aku mencintai putrinya melebihi semua permata yang ada didunia ini.”

Sang raja terkejut melihat semua permata yang dibawa oleh ibu Alladin kepadanya hingga ia tak mampu berkata apapun. Ia memperhatikan emas, permata, dan pelayan yang datang bersama ibu Aladin. “Katakan kepada Aladin untuk datang menghadapku dan aku akan menyambutnya sebagai putraku.”

Aladin pergi ke istana untuk melangsungkan pernikahan dengan berpakaian seperti seorang raja. Pakaiannya dilapisi permata dan ada empatpuluh pelayan mengikutinya. Ia mengendarai kuda hitam yang gagah. Pelayannya melemparkan koin-koin emas kepada semua orang yang dilewati oleh Aladin. Orang-orang itu berteriak dan bersorak. Aladin senang mendengarnya. Ketika Aladin bertemu sang Raja ia bertanya tentang sebidang tanah didekat istana.

“Aku harus membangun sebuah rumah untukku dan istriku.” Katanya. Saat sang raja bangun tidur keesokan harinya, ia melihat keluar jendela. Tiba-tiba disana berdiri sebuah istana indah yang dipenuhi kilauan emas dan permata serta bunga-bunga cantik. Tentu saja semua itu dibuat oleh jin lampu tapi sang raja tidak mengetahuinya.

Pesta pernikahan Aladin denga putri raja menjadi hari yang membahagiakan bagi semua orang kecuali bagi Wazir. Akhirnya pesta itu berakhir dan hanya ada Aladin dan Putri Badroulbadour disana. Ia menggenggam tangan putri badroulbadour. “Aku lelaki paling beruntung di dunia ini.” Katanya.

Kabar tentang Alaidn, istananya yang megah dan istrinya yang cantik terdengar oleh sang pesulap. Ia menjadi sangat marah. Ia akhirnya menyadari kalau Aladin belum meninggal dunia. “Rupanya ia selamat.” Kata sang pesulap. “Aku harus mengambil lampu itu.”

Ia mengambil pakaiannya yang lusuh dan membawa banyak lampu baru berharga murah. Lalu ia menjualnya dipinggir jalan. “Tukar lampu lama dapat lampu baru! berikan lampu lama anda kepadaku dan aku akan memberimu yang baru!” Banyak orang yang menukarnya dan berita itu terdengar oleh Putri Badroulbadour.

Saat itu Aladin tidak ada di rumah, dan ia ingin memberi kejutan untuk Aladin. Ia fikir Aladin ingin memiliki sebuah lampu baru yang lebih bagus. Ia menyuruh pelayannya membawa lampu milik Aladin. “Pasti ia akan senang.” Ucapnya dalam hati.

Sang pesulap sangat senang karena ia berhasil mendapatkan lampu Aladin. Setelah pelayan putri memberikan lampu itu kepada sang pesulap, ia langsung menggosoknya dan mengeluarkan jin yang ada didalamnya. “Ambil istana Aladin dan semua orang didalamnya, lalu pindahkan ke pertengahan Afrika.” Katanya kepada jin lampu. Jin itu lalu terbang membawa istana ditangannya.

Saat Aladin pulang, ia menggosok matanya. Dimana istana megahnya? Sang raja melihat keluar dan menggosok matanya karena kaget, dimana putri cantiknya?

Wazir menghampiri sang raja, “sudah kukatakan kepada engkau agar tidak menikahkan sang putri dengan orang asing itu.” katanya. “Sekarang engkau tahu semua tentang orang itu. Ia seorang pesulap dan ia menculik putrimu untuk selamanya.”

Sang raja kemudian mengirim pasukan untuk menangkap Aladin dan memasukkannya ke penjara. Sang raja lalu membawanya kehadapan algojo, “penggal kepalanya!” teriak Wazir. “itu akan membuat putriku tidak pernah kembali.” Ucap sang raja penuh kesedihan.

Aladin mulai mengerti. “pesulap itu datang ke istana saat aku tidak ada disana. Pasti ia menemukan lampu itu.” ucapnya dalam hati Tiba-tiba ia teringat dengan cincin ajaibnya. Ia menggigit cincin itu lalu jin kecil muncul dihadapannya. “Tolong temukan istana dan istriku. Bawa kepadaku secepatnya.”

Jin itu terlihat sedih, “maafkan aku tuan, aku tidak cukup kuat untuk melakukannya. Jin lampu jauh lebih kuat dariku, kau harus meminta kepadanya.”

Sejenak Aladin berfikir. Lalu ia bertanya “Apakah kau bisa membawaku ke istanaku?” Jin kecil itu tersenyum, “tentu aku bisa, tuan.” Lalu ia melakukannya.

Lalu Aladin sampai ditempat tidurnya di istana. Ia menggenggam tangan sang putri. “Aku melakukan sesuatu yang salah.” Kata putri Badroulbadour. Ia bercerita kepada Aladin tentang lelaki tua dan lampu-lampu itu.
“Ia memberiku lampu baru ini dan menyimpan yang lama ke kantungnya. Kemudian seluruh istana ini terbang di udara – aku tidak mengerti.”

“Sekarang dimana lelaki tua itu?” Tanya Aladin.

“Ia ada dibawah.” Jawab Putri Badroulbadour. “Ia ingin menikah denganku dan ia bilang kalau aku harus memutuskannya hari ini.”
 
“Temui lelaki tua itu dan katakan bahwa kau setuju. Tapi sebelumnya beri ia obat tidur. Saat ia tertidur, kita bisa mengambil lampunya.” Lalu Aladin bersembunyi dilemari kamarnya.

Putri Badroulbadour kemudian membuat minuman dingin untuk sang pesulap. Lalu ia menyuruh pelayannya untuk mengundang sang pesulap datang ke kamar sang putri. 

“Minumlah.” 

Tidak lama kemudian pesulap itu mabuk dan tertidur. Dengan cepat putri Badroulbadour mengambil lampu itu dan Aladin keluar dari lemari. Ia membawa lampu itu ke kamarnya dan menggosoknya.

“Aku senang bisa melihatmu lagi, tuanku.” ucap jin lampu. “Apa yang bisa kulakukan untukmu?”

Beberapa detik kemudian, sang raja memandang keluar jendela dan melihat istana Aladin kembali dengan taman-tamannya yang indah. “Aku pasti bermumpi.” Ucapnya dalam hati. Lalu ia mengingat Aladin dan algojo yang ia perintah. “Semoga tidak terlambat.” katanya.

Akhirnya Aladin masuk ke ruangan sang raja bersama Putri Badroulbadour disampingnya. Sang raja menggenggam tangan mereka berdua. Wazir mencuri kuda kerajaan dan pergi menjauhi istana raja. Aladin hidup bahagia bersama istrinya. Sang pesulap tua itu ditinggalkan seorang diri di Afrika,  mungkin ia masih disana sampai hari ini.



***

Selasa, 28 Juni 2016

Kisah Negeri 1001 Malam: Aladin dan Lampu Ajaib





Aladin dan Lampu Ajaib

Diceritakan kembali oleh: David Foulds
Penerjemah: Siti Nadroh


 
Dahulu kala, hiduplah seorang penjahit bernama Mustapha. Setiap hari ia bekerja keras dari pagi hingga malam, tapi ia tetap hidup miskin. Putranya, Aladin, adalah seorang anak yang malas dan tidak pernah membantu Mustapha. Setelah ayahnya meninggal dunia, Aladin menjadi semakin malas dari sebelumnya dan ibunya harus bekerja demi mendapatkan makanan.

Suatu hari, saat Aladin bermain dipinggir jalan, seseorang menghampirinya. “Hei nak, apakah kau putranya Mustapha?”
“Ya” jawab Aladin. “Tapi ayahku sudah meninggal dunia.”

Orang asing itu terlihat sangat sedih. Ia merangkul Aladin. “Aku adalah pamanmu, nak” ucapnya. “Aku sudah pergi jauh selama bertahun-tahun, sekarang sudah terlambat bagiku untuk melihat kakakku yang malang.” Lalu ia mengeluarkan uang dari kantungnya dan memberikannya kepada Aladin.

“Temui ibumu dan katakana padanya bahwa aku sudah kembali. Aku akan menemuinya besok.” 

Alladin pulang ke rumah lalu bercerita kepada ibunya. “Tapi, ayahmu tidak memiliki seorang kakak!” kata ibunya. “kau pasti salah. Aku akan memberitahu seseorang saat ia datang.”

Malam berikutnya, orang asing itu datang ke rumah Aladin. Ia berjabat tangan dengan Ibu Aladin sambil berkata, “sudah terlambat bagiku untuk melihat saudaraku!” Ia terlihat sangat sedih. Ibu Aladin mulai menangis. Orang asing itu bukanlah kakak Mustapha. Ia adalah seorang pesulap dan ia ingin Aladin membantunya. Tapi ia tidak mengatakannya pada Aladin. Sebaliknya, ia menatap Aladin dan bertanya, “Pekerjaan apa yang sudah kau pilih, keponakanku?” Seketika wajah Aladin memerah. “Tidak ada.” Jawabnya.

“Baiklah aku akan membelikan sebuah toko untukmu.” Kata pesulap itu.
“Ucapkan selamat tinggal kepada ibumu. Kau akan belajar semua hal tentang bisnis. Aku akan melakukan apapun sebisaku untuk membantumu. Hanya yang terbaik yang cocok untukmu, keponakanku sayang.”
Ibu Aladin kini yakin kalau pesulap itu adalah paman Aladin. Ia sangat berterimakasih kepada pesulap tersebut.

"Bekerja keraslah, Aladin.” Pesannya kepada sang anak.

Pesulap itu membawa Aladin ke sebuah tempat diluar kota. Ia menyuruh Aladin untuk mengumpulkan ranting untuk dibakar. Saat api membakar ranting-ranting tersebut, sang pesulap melemparkan abu putih kearah api tersebut lalu ia mengucapkan suatu mantra.

Asap hijau mengepul ke udara, bumi bergetar dan sebuah lubang besar tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Dibawah lubang itu Aladin melihat sebuah batu datar berukuran besar dengan sebuah cincin besi ditengahnya.

“Ambil cincin itu dan angkat batunya.”

Aladin ketakutan. “Lakukan seperti yang kukatakan. Ada harta yang indah dibawah sana. Hanya kau yang bisa mengambilnya karena namamu tertulis dibatu itu.” Ucap sang pesulap.

Dengan mudah Aladin mengangkat batu itu. Dibawahnya terdapat beberapa anak tangga. Mereka lalu melangkah menuruni anak tangga itu. Aladin bisa melihat betapa gelapnya dibawah sana.

“Pergilah kebawah sana melalui tangga itu. lalu kau akan sampai di sebuah ruangan besar yang dipenuhi oleh peti emas dan perak, tapi jangan sentuh apapun. Teruslah berjalan lalu kau akan sampai di ruangan lainnya. Lewati ruangan kedua itu lalu kau akan sampai di ruangan ketiga. Di ruangan terakhir itu ada sebuah pintu, bukalah pintu itu.” ucap sang pesulap.

“Disana kau akan melihat sebuah taman yang dipenuhi pohon buah-buahan yang indah. Disudut taman itu ada sebuah rak. Disana kau akan lihat sebuah lampu kecil. Bawakan lampu itu kepadaku. Kalau kau mau, kau boleh mengambil beberapa harta yang ada disana saat kau kembali keatas. Tapi jangan lupakan lampunya.”

Aladin sangat ketakutan. Ia tidak mau menuruni tangga ke tempat gelap itu. Sang pesulap memakaikan cincin ke jari Aladin. “Ini adalah cincin ajaib yang akan menjagamu agar tetap selamat.” Katanya.

Aladin berterimakasih kepada sang pesulap dan pergi menuruni tangga. Ia melakukan semuanya sama seperti yang dijelaskan oleh sang pesulap. Ia menemukan lampu itu dan memasukkannya kedalam kantung. Dalam perjalaan kembalinya, Ia melihat pohon-pohon penuh dengan buah yang indah. Ia mencoba memakannya, tapi buah itu keras dan dingin. Aladin tidak mengetahui kalau  kalau buah pir, jeruk dan apel itu adalah batu permata besar. Menurutnya semua buah itu cantik dan ia memenuhi sakunya dengan buah-buahan itu.

Sang Pesulap menunggu Aladin di tangga paling atas. Ia berencana mengambil lampu itu lalu menutup pintunya bersama Aladin didalamnya.

“Bantu aku naik, paman.” Teriak Aladin.

“Berikan dulu lampunya kepadaku.” Ucap sang pesulap. “Kau akan lebih mudah naik keatas sini tanpa lampu itu.”

“Lampunya ada didalam kantungku.” Jawab Aladin. “Lampu ada dibawah buah-buahan indah. Aku akan memberikannya kepadamu saat aku sudah keluar dari sini.”

Pesulap itu marah. “lakukan seperti yang kukatakan. Berikan lampunya kepadaku!” katanya.

“Aku tidak bisa, paman.” Jawab Aladin. “Bantu aku keluar dari lubang ini. Kalau aku sudah keluar dari sini, aku akan mengeluarkan semua yang ada di kantungku , lalu kau bisa mengambil lampu itu.”

Tapi sang pesulap tidak ingin menunggu. Ia marah lalu ia melemparkan segenggam abu ke bara api dan mengucapkan suatu mantra. Tidak lama kemudian, asap merah mengepul keatas memenuhi udara. Lalu terdengar suara keras dan menakutkan. Batu besar itu bergeser kembali ke tempatnya semula dan menutupi lubang itu. Aladin terperangkap dibawah tanah!

Pesulap yang marah itu pergi meninggalkan Aladin. Aladin menangis minta bantuan, tapi tidak ada seorangpun yang mendengarnya.  Setelah beberapa saat, ia kelelahan dan berhenti berteriak. Lalu ia menggosok kedua tangannya yang mulai terasa dingin. Tiba-tiba, muncul seorang jin kecil.
 
“Aku adalah jin dari cincin itu.” katanya. “Apa yang bisa kulakukan untukmu?” Aladin sangat terkejut dan kaget. 

“Tolong keluarkan aku dari tempat ini!” jawabnya. Seketika ia menemukan dirinya duduk dirumput.

Ia berlari pulang ke rumahnya untuk menemui ibunya dan memperlihatkan buah-buahan indah kepadanya.
“kenapa kau tidak membawa beberapa keping emas dan perak?” Tanya ibunya. “kau bodoh sekali! Tidak ada makanan di rumah ini, kita tidak bisa makan buah-buahan kaca milikmu itu!”

“Aku membawa lampu ini.” Jawab Aladin. “Jika ibu membersihkannya, mungkin aku bisa menjualnya ke pasar.”

Aladin mulai menggosok lampu itu. Lalu, asap seperti awan mendung keluar dari lampu itu dan seorang jin besar muncul diantara asap itu.

“Aku adalah jin lampu. Apa yang bisa kulakukan untukmu?” Tanya jin itu.

“Bawakan aku makanan.” Jawab Aladin. Jin itu menghilang. Beberapa detik kemudian, ia kembali dengan membawa makanan mewah diatas sebuah piring perak.

“Ini pasti sebuah lampu ajaib, Bu.” Kata Aladin kepada ibunya.

“Sekarang aku tahu kenapa pamanku sangat menginginkan lampu ini! Ia pasti seorang pesulap.”

Setelah kejadian itu, setiap hari jin lampu tersebut membawakan makanan untuk mereka menggunakan piring perak dan setiap hari pula Aladin menjual piring perak tersebut ke pasar. Ia tidak mengetahui berapa harga perak, tapi sang pemilik toko memberinya uang yang sangat sedikit. Tetapi, walaupun Aladin dan ibunya miskin dan orang biasa yang sederhana, mereka bahagia dengan apa yang mereka miliki.



***
 

Senin, 27 Juni 2016

Kisah Negeri 1001 Malam: Raja yang Tidak Bahagia dan Jin dalam Botol





Raja yang Tidak Bahagia
diceritakan kembali oleh: David Foulds
Penerjemah: Siti Nadroh



Pada zaman dahulu, hiduplah seorang raja bernama Shahriah. Awalnya Ia adalah raja yang baik – tapi ia berubah sejak mengetahui kalau istrinya menyukai laki-laki lain. Raja itu sangat marah kepada istrinya. “penggal kepalanya!” teriaknya. Lalu, algojo menarik istri sang raja keluar dan memenggal kepalanya.

Setiap malam setelah kejadian itu, raja Shahriah berbaring di tempat tidurnya yang mewah dengan perasaan sedih dan kesepian. Dalam tidurnya ia memimpikan istri cantiknya yang sudah meninggal. Ketika ia terjaga dari tidurnya, ia berhalusinasai kalau ia bisa melihat istrinya sedang berada dipelukan laki-laki lain. Ia tidak tahu harus bagaimana. Lalu ia memanggil Wazir, sorang kepala pelayan istana.

Dengan menahan kantuk wazir menghadap sang raja. “Aku tidak akan menghabiskan malamku seorang diri lagi” ucap sang raja.

“Oh, Yang Mulia, engkau sudah memutuskan untuk menikah lagi. Aku sangat senang mendengarnya.” Jawab Wazir dengan gembira.

“Menikah lagi? Bagaimana aku bisa melakukannya? Kelakuan perempuan sangat buruk. Seorang perempuan tidak bisa mencintai seorang laki-laki lebih dari satu hari.”

“Semua perempuan akan mencintai engkau selamanya, yang mulia.” Kata Wazir.

“Kau salah!” teriak Raja Shahriah, “cinta seorang perempuan seperti daun yang tertiup angin. Satu menit ia pergi ke satu tempat, menit berikutnya ia pergi ke tempat lain. Tidak akan ada yang tahu kemana selanjutnya ia akan pergi.”

“Tentu saja engkau benar, yang mulia.” Jawab Wazir dengan cepat. “perempuan hanya seperti daun. lalu apa yang bisa hamba lakukan?”

“Aku tahu apa yang harus aku  lakukan.” Kata sang raja, “dan kau yang akan membantuku. Bawakan aku seorang gadis cantik dan pintar, aku akan menikahinya.”

Wazir terlihat sangat senang mendengar ucapan sang raja. Kemudian sang raja melanjutkan, “dan katakana pada algojo untuk datang ke acara pernikahannya. Ia harus memenggal kepala sang gadis pagi harinya sebelum sang gadis berhenti mencintaiku. Setelah itu, kau harus membawa gadis lain kepadaku. Selama kau melakukan tugasmu aku pasti tidak akan kesepian lagi setiap malam., dan selama algojo itu melakukan tugasnya, tidak ada satupun dari istriku yang akan hidup cukup lama untuk mencintai orang lain!”

Wazir meninggalkan ruangan dengan perasaan sedih. Ia tidak ingin mengirim para gadis cantik itu menuju kematian, tapi ia harus mematuhi perintah sang raja.

‘***

Selama tiga tahun, raja Shahriah menikah dengan seorang gadis setiap harinya. Setiap pagi pula sang algojo memenggal kepala istri baru sang raja. Sudah lebih dari seribu gadis meninggal dunia. Wazir sangat sedih atas kejadian ini, tapi ia takut pada sang raja. Ia juga takut pada sang algojo. Ia sering mengurung diri di kamarnya dan menangis. Ia berdoa pada tuhan agar bisa menolongnya.

Suatu hari, seseorang mendengar tangisan Wazir. Orang itu adalah Sheherezade, putri Wazir. Ia cantik, pintar dan baik. Wazir mencintainya melebihi apapun didunia ini. Sheherezade melangkah masuk ke kamar sang ayah.

“Ayah, mengapa engkau bersedih?” ia bertanya.

“Oh putriku, aku menangisi ribuan gadis muda cantik yang meninggal karena sang raja. Setiap hari sang raja menikahi seorang gadis. Setiap hari pula sang algojo memenggal kepala istri baru sang raja itu.”

“Tapi… kenapa?” Tanya Sheherezade. Lalu ayahnya menceritakan semua kisah menyedihkan itu. “Itu membuatku sangat sedih. Tapi sekarang aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan”

Sheherezade juga sedih mendengar cerita para gadis cantik yang bernasib malang itu. Dalam beberapa menit ia berfikir serius, lalu ia berkata, “Dengarkan aku ayah. Aku tahu bagaimana cara kita untuk menghentikan sang raja agar tidak membunuh gadis lain. Biarkan aku menikah dengannya.”

“Oh putriku sayang, jangan korbankan dirimu! Jangan tinggalkan ayahmu yang miskin ini sendirian!”

“Ayah, kumohon, lakukan apa yang aku minta ini. Aku punya rencana.”
Lalu dengan berat hati Wazir mengantarkan putrinya menemui raja Shahriah.

Raja Shahriah sangat gembira saat melihat Sheherezade. “Mengapa kau tidak membawanya kepadaku sejak dulu, Wazir?” katanya.

“Ia adalah putriku, yang mulia.” Jawab Wazir dengan penuh kesedihan.

Malam harinya, Sheherezade tidur di kamar mewah bersama sang raja. Ia mulai menceritakan suatu kisah kepada sang raja. Sebelumnya raja Shahriah tidak pernah mendengar kisah semacam itu.

Kisah yang ia ceritakan kepada sang raja adalah tentang suatu tempat yang sangat jauh dimana orang-orang melakukan hal-hal aneh.

Kadang kisahnya lucu sehingga sang raja tertawa terbahak-bahak. Sudah lama sekali ia tidak tertawa seperti itu. Kadang kisahnya menyedihkan hingga sang raja tak bisa berhenti menangis. Ia juga sudah lama tidak menangis seperti itu. Semua kisahnya selalu menarik. Tanpa terasa, pagi sudah menyapa sebelum Sheherezade mengakhiri ceritanya.

Matahari mulai mewarnai pagi, burung-burung mulai berkicau riang. “Sudah pagi” kata sang raja. “Aku harus mengerjakan tugasku. Malam nanti, Sheherezade, kau harus menemuiku lagi unuk menyelesaikan ceritamu.”

Sementara itu, algojo sudah berdiri di depan pintu. “Jangan hari ini” ucap sang raja kepada sang algojo, “Datang lagi besok.” Jadi, Sheherezade hidup lebih lama dibandingkan dengan gadis lain sebelumnya.

Malam selanjutnya ia menyelesaikan ceritanya dan mulai meneritakan kisah yang baru. Kisah ini juga tentang suatu tempat yang jauh, sangat jauh. Sang raja tertawa lebih kencang daripada sebelumnya, ia juga menangis lebih lama. Ia sangat penasaran dengan cerita yang belum pernah ia dengar itu, tapi malam sudah berganti pagi lagi. Dan tentu saja, Sheherezade belum mengakhiri ceritanya.

Berikut ini adalah beberapa kisah yang ia ceritakan kepada sang raja.


***



Jin dalam Botol
 
Pada zaman dahulu, terdapat seorang nelayan tua yang kurus,  Setiap hari ia pergi ke laut membawa jala miliknya dan berdoa kepada tuhan semoga jalanya dipenuhi ikan. Kadang tuhan menjawab doanya dan kadang tidak. Suatu pagi, nelayan itu  menebar jalanya ke laut. Tapi ia tidak ada satupun ikan yang terperangkap, hanya botol tua yang sangat kotor tersangkut dijala itu. Nelayan itu tak mampu memendam kesediahannya. Ia ingin mendapatkan ikan, bukan sebuah botol tua.

“Mungkin aku bisa menjualnya.” Ia bergumam. Ia mencuci dan memperhatikan setiap detil dari botol yang dipenuhi lumpur itu. botol itu terkunci dengan tutup aneh diujungnya, terkesan antik. Nelayan itu tidak banyak tahu tentang benda-benda antik. Ia tidak tahu kalau tutup botol itu milik Raja Sulaiman.

“Mungkin ada sesuatu yang berguna didalam botol ini.” katanya, lalu ia membuka botol itu menggunakan pisau.

Ia melihat kedalam botol itu. kosong. Nelayan itu memutar botolnya lalu menggoyangkannya. Kepulan abu keluar dari dalam botol itu, awalnya sedikit, semakin lama semakin banyak debu yang keluar, lalu terbang ke udara membentuk awan mendung.  Awan itu berwarna abu-abu pekat. Kemudian nelayan tersebut melihat awan itu membentuk tubuh manusia yang besar seperti jin.

Beberapa jin memang berukuran kecil dan berhati baik, tapi yang ditemukan oleh nelayan itu bertubuh tinggi dan garang seperti harimau. Ia terlihat seram dan menakutkan, sama sekali tidak terlihat ramah. Mulut sang nelayan menganga karena kaget dan matanya membesar karena ketakutan. Ia berlutut dipasir dan berdoa kepada tuhan agar menyelamatkannya. Saat jin itu bicara, bumi berguncang dan langit berubah gelap.

“Oh yang mulia Raja Sulaiman, ampuni aku, aku tidak akan melakukannya lagi –” jin itu berhenti bicara dan melihat seorang nelayan yang ketakutan didepannya. “kau bukan Raja Sulaiman!" Nelayan itu menggelengkan kepalanya tanpa mengatakan apapun. Ia terlalu ketakutan untuk bicara.

“Siapa yang mengeluarkanku dari botol?” Tanya sang jin.

“Aku yang melakukannya.” Jawab nelayan tersebut.

“Bersiaplah untuk mati, pria kecil.” Teriak sang jin

“Tapi, apa yang sudah aku lakukan padamu, yang mulia?”

“Silakan pilih dengan cara apa kau ingin mati, pria kecil.” Kata jin itu. “Akan kubuat dengan sangat menyakitkan dan mengerikan. Jika tidak cukup mengerikan,akan kubuat lebih mengerikan lagi.”

“Tapi, apa yang sudah aku lakukan kepadamu?” balas nelayan miskin itu. “Mengapa aku bisa membuatmu sangat marah?”

“Dengar, pria kecil, aku akan menceritakan kepadamu kisah hidupku – tapi besiaplah untuk mati setelahnya. Jangan kau kira aku akan melupakan hal itu.”

“Aku adalah jin yang hebat.” Ucap sang jin. “dan aku melawan Raja Sulaiman. Tentaraku kalah lalu Raja Sulaiman menjadikanku tahanannya.  Aku berlutut dan mengemis kepadanya agar aku diampuni. Ia bisa lihat bagaimana menyesalnya aku saat itu.

“berdiri.” Ucap raja sulaiman kepadaku. “patuhi saja aku. Lalu aku akan memaafkanmu dan kita bisa berteman.”

“Engkau memaafkanku?” tanyaku kepadanya saat itu. “aku, jin terhebat dan terkuat diseluruh dunia. Engkau harus menunggu lama sebelum aku bisa melakukan apa yang engkau perintahkan kepadaku. Dan engkau akan menunggu lebih lama lagi sebelum aku menjadi temanmu.”

“Kemudian raja sulaiman mengucapkan suatu mantra, lalu tiba-tiba aku merasa tubuhku semakin mengecil. Ia memasukkan diriku kedalam botol lalu ia menutup botol itu dengan kuat. Kemudian, ia memerintahkan salah satu tentaranya untuk melemparkan botol itu ke lautan. Seperti itulah kisahku.” Ucap sang Jin.

“Tapi, bukankah Raja Sulaiman sudah menginggal dua ribu tahun lalu!”  kata nelayan itu. 

“Dua ribu tahun” jin itu menangis. “musuh tuaku sudah meninggal dan aku tidak bisa membunuhnya! baiklah pria kecil, ternyata kau menikmati ceritaku. Sekarang, aku bisa membunuhmu. Bersiaplah untuk mati.” Jin itu mengambil pedang yang tersimpan disabuknya lalu ia menyeringai lebar.

Jin itu melihat si nelayan. Ia mengira kalau pria kecil itu akan sangat ketakutan. Tapi ternyata nelayan itu melihat sang jin dengan senyum mengembang dari wajahnya yang tua dan kelelahan.

“Jadi, sekarang kau mengira aku akan percaya pada ceritamu, ‘kan?” Tanya si nelayan.

“Kau tidak percaya?!” teriak sang jin. Ia sangat marah sehingga bumi dan langit bergetar saat ia berteriak. Ia mengangkat pedang panjangnya hingga keatas kepalanya tapi si nelayan justru tersenyum lagi.

“Sekarang katakana yang sejujurnya – darimana kau berasal? Kau tidak keluar dari botol kecil itu ‘kan? Aku tahu kalau aku tidak pintar, tapi aku tidak sebodoh itu. bagaimana bisa jin hebat sepertimu masuk kedalam botol kecil itu?”

“Aku adalah jin yang hebat” ucap sang jin. “seorang jin bisa melakukan apapun!”

“Aku tidak percaya.” Ucap sang nelayan. “lihat – aku jauh lebih kecil darimu, dan aku tidak bisa masuk kedalam botol itu.” Ia mencoba memasukkan kakinya ke leher botol itu, tapi tidak berhasil.

“Kau tidak bisa mengatakan kepadaku kalau pedang panjang milikmu itu kau dapat dari dalam botol kecil ini. Bodoh sekali.” Lanjut nelayan tersebut.

Jin itu sangat marah mendengar ucapan si nelayan. “Aku?” ia berteriak. “Bodoh? Kaulah yang bodoh, pria kecil. Apa kau tidak mengerti juga kalau seorang jin sepertiku bisa melakukan apapun! Lihat ini.”

Lalu tubuh jin yang berukuran sangat besar itu berubah menjadi awan dengan warna-warna yang berbeda. Ukuran Awan itu semakin mengecil, lalu yang tersisa hanya debu yang masuk kedalam botol itu.

Oh jadi begitu caramu melakukannya, sekarang aku tahu kau jin yang hebat.” Nelayan itu tersenyum. Lalu dengan cepat ia menambil tutup botol tersebut dan menutupnya dengan kuat. Botol itu terkunci lagi – sementar jin tersebut masih  berada didalam botol.

“Dan sekarang kau bisa berada disana sampai dua tibu tahun lagi!” teriak si Nelayan. “Aku akan bercerita tentangmu kepada orang-orang dikampungku! Jadi jika mereka menemukan botolmu, mereka akan tahu kalau mereka tidak akan membiarkanmu keluar!”

Ia bersyukur kepada tuhan atas bantuanNya lalu dengan kencang ia melempar botol itu ke lautan.


 ***