Pages

Kamis, 10 September 2015

Resensi Novel "Bumi Cinta" Karya Habiburrahman El-Shirazy







Judul                            : Bumi Cinta
Penulis                         : Habiburrahman El-Shirazy
Penerbit                       : Author Publishing (BASMALA)
Cetakan pertama         : Maret 2010
Ukuran buku               : 14x 21 cm, soft cover
Tebal buku                  : 4 cm
Kategori                      : novel/fiksi/sastra
Jumlah halaman          : 546 halaman
ISBN                           :978-979-3604-35-0



Hawa nafsu merupakan bagian dari fitrah manusia yang sulit dikendalikan apalagi jika berada di suatu tempat yang hampir tidak memiliki nilai-nilai keagamaan seperti Rusia. Seperti yang dialami oleh Muhammad Ayyas, mahasiswa asal Indonesia yang sedang melanjutkan pendidikan S2 di Madinah namun ditugaskan oleh pembimbingnya, professor Najmudin untuk melakukan penelitian tugas akhirnya mengenai peradaban islam di negeri Rusia, fokus pada kehidupan umat islam di Rusia pada masa pemerintahan Stalin. Seperti yang sudah banyak diketahui, bahwa sebagian besar penduduk rusia adalah penganut paham free sex radikal dan negara ini juga merupakan negara pengakses situs porno terbesar di dunia. Di negara ini, orang-orang yang beriman tidaklah mudah menjaga dan mempertahankan imannya. Ujian iman tersebar dimana-mana.  Berkeliaran setiap detik. Itulah yang dihadapi Ayyas selama hidup di Rusia. Ia harus berjuang mati-matian melawan hawa nafsunya demi menjaga imannnya sebagai seorang muslim yang taat. Ia tidak ingin mengotori dirinya sendiri dan kalah oleh hawa nafsu yang tidak bisa ia kendalikan.

Novel bumi cinta bertajuk islami ini mengisahkan peruangan Ayyas yang meniti hari-harinya selama di Rusia, mengumpulkan data sebanyak mungkin demi untuk menyelesaikan tugas akhir program S2 yang ia tempuh di Madinah. Selama di Rusia, demi menghemat biaya, ia tinggal satu apartemen bersama dua nonik jelita Rusia bernama Yelena dan Linor. Tentu saja bukan keinginan Ayyas untuk tinggal satu atap bersama mereka, apatermen itu dipilihkan oleh sahabat SMA-nya, Devid, yang sudah lebih lama hidup di Rusia. Pada awalnya ia menolak untuk tinggal di apartemen tersebut, namun menurut sahabatnya tempat itulah yang paling cocok untuk Ayyas,selain karena murah, walaupun hanya ada satu ruang tamu dan dapur, namun di sana juga terdapat kamar untk masing-masing,   jadi privasi setiap orang tetap terjaga. Akhirnya Ayyas pun menerima pilihan sahabatnya itu.


Kehidupan yang dilalui Ayyas selama diapartemen itu ternyata tidaklah mudah. Kenyataan yang ia hadapi justru meleset jauh dari apa yang pernah ia harapkan seperti perkataan Devid. Hampir setiap hari ia harus menghadapi ujian iman itu. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa ternyata kedua teman satu aparetemennnya itu bukanlah orang baik-baik. Kecantikan mereka sering kali merasuki fikiran Ayyas. Sebagaimana laki-laki normal lainnya, hati Ayyas pun susah payah menahan godaan setan tersebut. Setiap detik ia terus membentengi dirinya dengan beribadah kepada Allah, memohon perlindungan dariNya selama berada di Rusia.

Salah satu kutipan ayat Al-Quran yang ada di dalam novel ini, yaitu QS. Al-Baqarah: 45 , “Dan mohonlah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat. Dan sholat itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” Seolah menjelaskan bagaimana perjuangan Ayyas dalam menjaga dan memohon agar imannya tetap kuat dari godaan hawa nafsu yang terus membayanginya setiap hari.

Menjadi seorang muslim yang hidup diantara orang-orang non muslim radikal tentu bukan hal yang mudah. Tidak jarang ia menghadapi situasi dimana ia seolah didiskriminasikan karena keteguhanna terhadap Islam. Pernah suatu ketika Ayyas mendapati Linor sedang berzina bersama kekasihnya di ruang tamu apartemennya, Ia jelas marah karena menganggap hal tersebut bukanlah hal yang pantas. Karena merasa terusik, lelaki tersebut memaki Ayyas dan perkelahian diantara mereka tak bisa dihindari lagi. Akhirnya lelaki tersebut yang ternyata anggota mafia Rusia kalah dan meninggal dunia. Sejak saat itu, Ayyas sering dihadapi dengan masalah. Linor sangat membenci Ayyas. Dengan segala cara ia mencoba membalas perbuatan Ayyas. Mulai dari berpakaian tidak panas di depan Ayyas, memasuki kamar Ayyas secara diam-diam dan menggodanya untuk berzina, sampai menjebak Ayyas dalam sebuah rencana pengeboman hotel di Rusia yang akan menjadikan Ayyas sebagai pelaku pemboman tersebut. Namun semua itu tidak mampu meruntuhkan kokohnya benteng keimanan Ayyas.

Linor yang merupakan anggota Zionis Israel sangat membenci semua yang berbau islam, termasuk Ayyas. Menurutnnya yang pantas hidup di dunia hanya orang-orang keturunan Yahudi. Itulah sebabnya ia sangat bersemangat dalam setiap misi pengeboman yang dilakukan oleh kelompoknya, terlebih lagi, pengeboman kali ini akan melibatkan Ayyas. Namun, seiring berjalannya waktu, ia akhirnya menemukan dirinya sama sekali bukan keturunan Yahudi namun murni berdarah Palestina. Informasi mengejutkan tersebut justru ia dapatkan dari sang ibu yang ternyata juga bukan ibu kandungnya. Kaget, terkejut serta perasaan tidak percaya terus membayangi Linor saat mengetahui bahwa orang tua kandungnya sebenarnya berasal dari Palestina. Ia mulai menyesali perbuatannya terhadap umat muslim yang telah ia bunuh juga terhadap Ayyas. Lelaki yang baik bahkan tidak pernah menyakiti dirinya itu justru ia jadikan sebagai target pelaku pengeboman. Hari demi hari akhirnya ia lalui demi mempelajari islam, dan akhirnya ia pun memutuskan untuk memeluk agama islam. Salah satu alasannya juga karena Ayyas sering mengingatkan dirinya tentang Islam yang sangat berbeda dari sudut pandang yang ia fikirkan tentang terorisme, pengekangan perempuan juga agama yang primitif. Melalui forum debat yang pernah Ayyas ikuti, ia dengan jelas memaparkan bahwa islam bukanlah agama yang sesat – Linor pun akhirnya mempercayainya walaupun pada awalnya ia tetap tegas membenci islam.

Sementara Yelena, ternyata seorang pelacur kelas atas yang juga tidak mempercayai akan adanya Tuhan. Suatu ketika ia mendapat perlakuan kejam dari pelanggannya. Ia disiksa dan dibuang dipinggir jalan, ditengah malam pekat dan hujan salju yang mampu membekukan siapa saja yang terlalu lama di luar rumah. Dalam ketidakberdayaannya itu, ia mulai memikirkan tuhan. Bahwa tidak ada yang mungkin bisa menolongnya di pinggir jalan gelap dan sepi tanpa pencahayaan selain Tuhan. Lama ia menanti dalam pasrah, berharap akan ada seseorang yang menolongnya. Akhirnya ada seorang nenek gelandangan yang mengetahui keberadaannya, nenek gelandangan itu mencoba menghentikan siapapun yang lewat didekatnya untuk membantu membawa Yelena ke Rumah sakit. Satu persatu ia memohon kepada pejalan kaki disana, namun tidak ada yang menolongny, sampai ia bertemu Ayyas, dengan menahan rasa dingin dan lapar akhirnya Ayyas mau menolong gelandangan tersebut dan membawa Yelena ke rumah sakit terdekat. Ia baru sadar bahwa gadis yang dibawanya adalah Yelena saat melewati jalan yang mulai terkena cahaya lampu. Betapa bersyukurnya Yelena dapat tertolong dan yang menolongnya adalah Ayyas, teman satu apartemennya. Ia sangat berterima kasih kepada Ayyas. Dan akhirnya Yelena pun mempercayai adanya tuhan dan ia memeluk islam.

Keberadaan Ayyas selama diapartemen itu sedikit banyak telah mengubah pandangan Yelena, Linor dan Anastasia tentang islam. Awalnya mereka beranggapan bahwa islam itu bukanlah agama yang baik yang selalu mengekang siapapun penganutnya. Namun kesabaran dan ketulusan hati Ayyas mampu menepis pendapat tersebut. Hingga akhirnya pun mereka dapat percaya bahwa islam merupakan agama tauhid yang Rahmatan lil alamiin.

Saat ia pindah dari apartemen itu dan menginap di apartemen lain bersama dengan staff KBRI, pengeboman yang telah direncanakan Linor itu akhirnya terjadi. Dengan spekulasi singkat polisi Rusia menguumkan bahwa pelaku pengeboman adalah Ayyas, melihat dari CCTV yang merekam seorang pria yang perawakannya mirip dengan Ayyas. Namun anggapan itu langsung disanggah oleh Ayyas juga pihak KBRI. Karena pada saat kejadian tersebut berlangsung, Ayyas justru sedang mengikuti talk show siaran langsung di salah satu televisi swasta Rusia. Alibi kuat Ayyas ini langsung meruntuhkan tuduhan terhadap dirinya.

Awalnya saya fikir kejadian pengeboman yang melibatkan Ayyas itu akan menjadi klimaks dari cerita di novel ini, namun ternyata dugaan saya meleset. Penulis hanya memaparkan secara singkat sekali mengenai pemboman tersebut. Plot cerita terasa sangat datar. Pada akhirnya tokoh Ayyas terkesan bahagia-bahagia saja tanpa ada konflik yang berarti. Penulis seolah sengaja membuat akhir cerita yang agak menggantung, mungkin akan dilanjutkan di novel sekanjutnya.

Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, sang penulis, Habiburrahman El-shirazy berhasil menyampaikan makna dari ayat al-Qur’an berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sbutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan aatlah kepada Allah dan rasulnya dan jagnanlah kamu berbanta-bantahan, yang menyebabkan kamu menajdi genar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah besama orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) allah meliputi apa yang mereka kerjakan” (Qs. Al-Anfal [8]: 45-47)


Melalui Ayyas, sang penulis berhasil menyampaikan amanat dan pesan yang mendalam bagi pembaca, bahwa seorang muslim haruslah tegas dalam mempertahankan agamanya, bagaimana menghadapi ujian kemianan agar kualitas ibadah tetap terjaga, membangun jiwa yang senantiasa haus akan rahmat, ridho dan karunia dari Allah SWT, juga mengaplikasikan ilmu agama dalam kehidupan sehari-hari.








Bitung, 
10 September 2015
21:45 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar