Pages

Selasa, 07 Juli 2015

Resensi novel Meramu Hati karya Nela Fayza


Novel Meramu Hati karya Nela Fayza benar-benar membuat saya seperti kembali ke masa-masa SMA dulu. Novel ini menceritakan tentang seorang remaja putri yang baru masuk SMA bernama Khanza Nabila yang mengidolakan kakak kelasnya yang notabene anak Rohis dan alim bernama Muhammad Malik Al-Mubarokfurry. Di masa awal SMA memang tidak sedikit kakak kelas yang dengan sengaja maupun yang tidak disengaja tebar pesona kepada murid-murid baru. Dan sudah dipastikan banyak murid baru yang jadi ‘pengagum rahasia’ sang kakak kelas. Begitu pula dengan Khanza. Ia amat mengagumi Malik walau Malik sama sekali tidak mengenalnya.

Malik sebenarnya sama sekali tidak pernah tebar pesona kepada siapapun termasuk kepada Khanza. Mereka bertemu di perpustakaan sekolah saat Khanza dan beberapa temannya tengah mengikuti remidial ulangan fisika, salah satu pelajaran yang dibenci Khanza. Saat itu Malik sedang mengajari temannya entah pelajaran apa dan kemudian ia mendekati Khanza untuk meminjam pensilnya. Namun pensil itu tidak juga dikembalikan kepada Khanza. Tentu Khanza merasa kesal terhadap Malik. Mungkin kesannya berlebihan, marah hanya karena kehilangan pensil. Meskipun harganya tak seberapa, tapi pensil itu tetap miliknya yang harus dipertahankan. Begitu fikirnya.
 
Kejadian yang tidak menyenangkan tersebut justru membuat Khanza semakin memperhatikan Malik. Awalnya ia tetap kesal karena pensilnya tidak juga dikembalikan, namun kekesalannya berubah saat ia tahu bahwa Malik sangat pintar, alim dan juga rajin beribadah. Sejak saat itu ia mulai mengagumi Malik. Khanza sebenarnya anak yang berprinsip tegas pada dirinya dan sangat paham tentang ajaran agama islam. Ia juga mengerti bahwa tidak ada istilah pacaran dalam islam. Tetapi, sebagai anak baru gede dan masih labil, tetap saja dalam lubuk hatinya ia berharap agar ia dan Malik dapat saling mengenal dan syukur-syukur bisa berpacaran dengannya. Maka tak jarang hal-hal sepele yang berhubungan dengan Malik bisa membuatnya tersenyum atau bahkan bersedih sepanjang hari.

Setiap hari ia memperhatikan sang idola di depan kelas. Seperti takdir yang sudah digariskan oleh Allah, ada saja kejadian yang membuat mereka tidak sengaja bertemu dan bertatap muka. Entah itu di kantin sekolah, lapangan, masjid atau bahkan saat ia melewati mading sekolah pun Malik ada disana. Kejadian sederhana yang sebenarnya sepele itu semakin membuat Khanza bahagia berada dekat dengan Malik. Padahal ia pun tahu bahwa bagi Malik mungkin hal itu sama sekali bukan hal yang spesial.

Semakin hari Khanza semakin sering memperhatikan Malik. Ia sampai mencari tahu akun facebook Malik dan menambahkannya sebagai temannya. Tidak hanya itu, ia juga menyimpan foto-foto sang idola yang ia ambil dari facebooknya secara diam-diam. Hari demi hari ia habiskan untuk memikirkan Malik, Malik, dan Malik seolah tidak ada hal lain yang lebih penting dari sosok Muhammad Malik Al-Mubarokfurry Tersebut.

Sampai akhirnya ia harus benar-benar menyadari bahwa dirinya dan Malik memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Walau ia rajin me-like status facebook sang idola, mengiriminya pesan baik melalui facebook maupun SMS namun tanggapan Malik tetap saja dingin. Ia mengacuhkan Khanza. Semua pesan Khanza hanya dijawab seperlunya oleh Malik, sampai puncaknya Setelah hari kelulusan Malik, ia  menghapus pertemanannya di facebook dengan Khanza dan tak pernah lagi menjawab pesan yang dikirimkan oleh Khanza. Tinggallah Khanza kehilangan separuh hatinya. Pupus sudah semua harapannya dan Ia mulai mencoba menata hati kembali dan memfokuskan diri untuk belajar serta meraih cita-citanya meskipun bayang-bayang Malik masih tetap menghampirinya. 

Namun saat ia sudah berhasil untuk tidak menumbuhkan potongan-potongan harapan kepada Malik, mereka justru dipertemukan kembali oleh Sang Pemilik Cinta pada suatu waktu yang sama sekali tak terduga sebelumnya. Khanza pun mendapat semua jawaban atas semua pertanyaan dalam benaknya tentang kepergian Malik, hilang sudah kegelisahannya terhadap Malik yang pergi meninggalkannya begitu saja. Semua penjelasan Malik kemudian menjadi sangat jelas untuk Khanza. Ia bahagia walau tak pernah ada hubungan apapun diantara mereka.

Cerita dalam novel ini memang terkesan sangat biasa dan sudah umum. Namun tema keagamaan dalam pemahaman seorang remaja sangat mengena untuk remaja yang baru mengenal cinta. Ditambah dengan latar tempat yang dituturkan oleh sang penulis benar-benar membuat saya sebagai pembaca terbawa ke memori masa SMA dimana hampir sebagian besar hal yang terjadi pada Khanza pernah saya alami juga. (ternyata saya juga pernah labil, hehehe)

Beberapa hal yang membuat novel ini tidak sekedar tentang cinta remaja adalah adanya kutipan ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang dituturkan oleh sang penulis menggunakan bahasa yang sederhana namun bermakna dalam untuk semua pembacanya. Saya sangat menyukai bagian saat Khanza memanjatkan doa kepada Allah demi memohon yang terbaik untuk dirinya dan menyadari kesalahannya, salah satunya adalah doa berikut ini:


“Ya Allah, inikah sebabnya Kau selalu membiarkanku patah hati? Sebenarnya Kau berniat melindungiku dari permainan cinta, tapi aku tidak pernah sadar, sampai kadang aku meminta hal yang salah. Dan ketika kau kabulkan, Arkan membalas perasaanku lalu ia meminta jawaban. Kini aku yang sengsara . aku tak tahu harus bagaimana. Aku takut salah ambil keputusan. Aku sadar, kali ini aku memang harus mendekatkan diri kembali kepada Engkau. Aku harus tau maksud Engkau dari semua ini, Apakah cinta ini sebuah anugerah atau sebuah ujian?”


Selain itu, beberapa kutipan hadist juga menjadikan novel ini sangat layak untuk dibaca oleh kaum muda maupun dewasa.


“Siapa yang meringankan beban seorang muslim di dunia,
pasti Allah akan meringankan beban di akhirat kelak.
Siapa yang memudahkan orang yang dalam keadaan susah,
Pasti Allah akan memudahkan urusannya di  dunia dan akhirat.
Siapa yang menutup aib seorang muslim,
Pasti Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.
Dan Allah akan selalu menolong hambaNya,
Jika hamba tersebut menolong saudarannya.”
(HR. Muslim)


Pahit manis dan suka duka cinta bisa Khanza rasakan selama ia mengagumi malik tanpa adanya hubungan spesial diantara mereka. Maka, seperti yang dikatakan Nela Fayza sang penulis, “Tak perlu pacaran hanya untuk tahu apa rasanya cinta.”








Bitung,
Selasa, 07/07/2015


2 komentar: