Pages

Senin, 27 Juli 2015

Perjalanan Bahasa dan Refleksi Diri





---
Sebersit keinginan untuk makan siang bersama Richard dan Kent - kakak beradik yang baru saya kenal di penginapan - muncul di hati saya, namun saya berpikir terlalu panjang. Tadi pagi mereka pergi ke kota dan mungkin baru akan tiba sore nanti. Pasti mereka capek. Mana mau mereka makan siang bersama saya?

Alasan demi alasan muncul di benak saya, memaksa saya untuk mengurungkan niat mengirim pesan singkat pada mereka untuk makan siang bersama. Saya hanya merenung menatap gelas yang sudah kosong di depan saya dan laptop yang layarnya sedari tadi dipenuhi screensaver gelembung sama sekali tak tersentuh. Ponsel yang tergeletak disampingnya menunjukkan sebuah kalimat singkat yang siap untuk dikirim, tetapi ponsel itu juga tidak saya sentuh.

'Have you eaten? Can I go for lunch with you guys?'

Dua puluh menit kemudian, saya menekan tombol send, dan balasan dari Kent datang semenit kemudian.

'Sorry, we are eating right now. But you can join us to go for Yukusugi Land after this!'

Lagi-lagi saya khawatir terlalu banyak dan terlambat mengambil keputusan.

----


Baiklah, harus saya akui bahwa saya bukanlah orang yang mudah bergaul. Apalagi dengan orang baru. Butuh waktu lama bagi saya untuk dapat mencairkan suasananya. Namun saat saya memberanikan diri untuk menyapa Richard dan Kent, dari sanalah saya mulai mengerti bahwa sapaan sesederhana 'Hai' dapat membuat kita lebih mengenal orang lain.

Mengenal mereka di penginapan membuat hari saya lebih berwarna. Saya merasa aneh sekaligus geli pada diri saya. Saya yang biasanya selalu menyendiri kini amat terhibur dan mungkin mulai ketergantungan dengan candaan mereka. Tak jarang mereka juga memperdebatkan hal-hal kecil yang membuat saya terkekeh sendiri seperti sedang menonton pertunjukkan.

Hari ini merupakan hari terakhir mereka di penginapan. Sebelum mereka pulang, Kami memutuskan untuk pergi ke air terjun Ohko no taki. Menikmati deru air yang membuat pikiran tenang. Setelah puas, kami melajukan mobil terus ke barat. Melewati jalan sempit yang berliuk. Mengelilingi pulau lebih jauh lagi. Melewati lembah, hutan kecil dan memperlambat laju mobil saat di pinggir pantai.
Setelah itu waktu memaksa kami untuk melaju pergi ke pelabuhan. Dan kami berpisah disana.

Mereka pergi, to a place thay they call home.

Saya sempat merasa kesepian. Pertengkaran mereka dan canda tawa mereka begitu membuat saya ketagihan.

Sebagian hati saya ingin terus bersama mereka. Mengekor kemanapun mereka pergi.

But that's not the way it is.

Ada pertemuan pasti ada perpisahan.

---

 
'A travel is best measured with friends, not miles.' - Tim cahill

Sehari setelah Richard dan Kent meninggalkan penginapan, Saya sempat tercekat beberapa kali mellngingat Kakak beradik itu. Padahal hanya tiga hari saya mengenal mereka. Namun kehadiran mereka benar-benar membuat saya terhibur.

Jujur, saya merasa kesepian.

Kamar penginapan terasa sepi tanpa mereka. Saya jenuh berada di dalam kamar seorang diri (sebenarnya tidak benar-benar sendiri, teman sekamar saya sekarang adalah bapak-bapak yang berasal dari Prancis dan tidak mahir berbahasa Inggris maupun Jepang. Ia juga lebih memilih meringkuk di tempat tidurnya)

Karena bosan, saya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar penginapan. Baru sampai di Lobby, saya sudah bertemu dengan orang-orang baru yang sedang asik mengobrol. Beberapa dari mereka merupakan pegawai penginapan yang sudah saya kenal. Disana ada seorang gadis muda bermata sipit yang sepertinya berasal dari Korea bernama Mami, Seiko sang resepsionis yang gemar berbohong dengan mengatakan bahwa ia berasal dari Mongol, China atau Korea kepada siapapun orang baru di penginapan padahal ia asli dari Kyoto. Ia termasuk orang yang mudah akrab dengan siapapun hingga setiap ucapannya selalu memunculkan gelak tawa, Katsuo yang selalu tersenyum kepada semua tamu di penginapan dan beberapa pegawai lain yang sedang asik bercengkrama.

Di penginapan ini semua pegawainya memang terlihat santai, tapi tak perlu tanyakan mengenai tanggungjawab mereka atas pekerjaannya, semuanya sudah pasti dikerjakan dengan baik.
Segera saja saya mendekati mereka dan bergabung mengobrol bersama.

"Aku asli dari Mongol, lho" Keiko berkata kepada Mami dengan mantapnya. "Lihat saja tulang pipiku, ini menandakan bahwa aku asli dari Mongol." Ucapnya lagi.

Mami hanya mengangguk saja mempercayai kebohongan Keiko tersebut. Saya dan yang lain tertawa terbahak melihat respon Mami. Ia tersentak dan menatap kami keheranan. dengan terus menahan tawa, Saya pun menjelaskan kepadanya mengenai kebohongan Keiko.

Mami kemudian bertanya mengenai asal negara saya. Dengan bangga saya mengatakan bahwa saya berasal dari Indonesia. Namun ia tidak langsung percaya.

"Oh ayolah, aku tidak sedang dibohongi lagi kan?" Ucap Mami kesal. Kami pun tertawa melihat kekesalannya tersebut. Saya beberapa kali harus mengucapkan kalimat dengan bahasa Indonesia untuk meyakinkan Mami.

Perlahan rasa kesepian saya pun mulai menguap. Menghilang bersamaan dengan tawa yang terus muncul dari percakapan di Lobby tersebut. Dari sini saya baru mengerti apa maksud dari ucapan Tim Cahill tersebut bahwa perjalanan kita bukan diukur dari jaraknya namun dari teman. Teman disini bukan hanya saat kita mengenal orang baru, namun saat kita bisa menerima perbedaan diantara keduanya.

I don't know that meeting new people and building relationship can be so excting!

---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar