Pages

Rabu, 01 Oktober 2014

Senandung pucuk-pucuk pinus


Aku berdiri diantara rimbunnya pohon pinus. Sendiri. hanya angin yang selalu menemaniku. Ia seolah tour guide yang sedang menjelaskan apa yang ada disekitarku saat ini. Kilauan embun mengantung di pucuk pinus itu memantulkan  sinar matahari yang panasnya belum seberapa.

Aku terus berjalan. menapaki setiap langkah di hutan ini mengingatkanku akan dia. Seseorang di masa lalu. Dulu kami sering sekali menghabiskan waktu di tempat ini. tanpa tujuan yang jelas. Tanpa percakapan. Hanya tangan kami yang terus menggenggam satu sama lain. Kami terpukau dan terhipnotis oleh damainya suasana diantara rimbunan pinus itu.

Kebersamaan dalam sunyi itu yang membuatku memutuskan untuk kembali ke tempat ini. Aku tidak tahu. Mungkin aku telah melakukan tindakan bodoh. Saat sedang berusaha melupakannya, aku malah terus terbawa arus kenangan masa dulu saat bersamanya. Di tempat ini, walaupun ini ku sendiri, tetap bisa kurasakan damai yang sama, nyanyian alam yang sama, sejuta cerita yang pernah ku lalui disini tetap tersimpan rapi dalam jiwa pohon-pohon itu.

Kini setelah lama berjalan tanpa arah, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak. Bersandar pada batang pohon pinus. Tempat yang tepat untuk beristirahat. Dulu kami – aku dan dia – sering sekali beristirahat disini. Tetap dalam diam. Atau kadang hanya senyum manis yang terbingkai di wajah kami. Aku terduduk lemah saat melihat ukiran yang pernah kami buat pada salah satu sisi pohon ini. Bukan namaku atau namanya. Hanya empat huruf, “Kita”.

Lama aku terdiam. Tertunduk. Tanpa kusadari airmata mulai menganak sungai di pipiku. Siluet bayang masalalu itu kembali muncul. Membuat sesak. Seketika aku sadar. Aku harus segera pergi dari tempat ini. Semakin lama aku disini, semakin aku terjebak dalam relung peyesalan. Aku butuh warna baru, setidaknya untuk kembali meramaikan hati juga fikiranku.

Aku berdiri, kubersihkan serpihan kulit pinus yang menempel pada punggung jaketku. Aku membalikkan badan untuk melangkah pulang. Tiba-tiba kudengar suara khas itu.

“Hai, apa kabar? Aku menepati janjiku untuk menemuimu di tempat ini”.  



Senin, 01 oktober 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar