Pages

Sabtu, 08 Agustus 2015

Resensi Novel Semburat Senyum Sore karya Vinca Callista

"Kalau kita enggak bisa dapet apa yang kita suka, lebih baik kita suka apa yang udah kita dapet ...."

Langit kini sedang cerah dan mendung. Ditengah kegembiraannya mendapatkan kesempatan membuat naskah film untuk menyambut ulang tahun Ganendra Radio, ia juga mendapat masalah di keluarga dan hatinya. hal itulah yang membuat ia cuek terhadap keluarga dan lingkungan sekitarnya. Ia hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Sebagai seorang penyiar radio, tidak sulit untuknya dalam hal bergabung dengan kawan baru, maka tak jarang jika sedang suntuk di rumah, ia menghabiskan waktunya untuk nongkrong bersama teman-temannya hingga larut malam. kuliahnya pun mulai terabaikan.

Langit yang cuek terhadap hidup dan lingkungan sekitarnya berubah setelah dia mengenal Nenek Romlah penjual tasbih dan gelang. Wanita tua itu dan cucu laki-lakinya itu menyadarkan Langit bahwa semua hal yang dimilikinya saat ini patut disyukuri, termasuk orang-orang yang selama ini dianggap Langit tidak menyayanginya.

Hari demi hari Langit habiskan dengan mengerjakan project film dan mengunjungi nenek Romlah. Ia dan temannya Thyo membelikan hampir semua kebutuhan nenek tua tersebut. Ia menyayangi sang nenek seperti kepada neneknya pribadi. perlahan, ketidakpeduliannya terhadap lingkungannya mulai memudar berkat sang nenek.

Semburat Senyum Sore, sebuah novel ringan yang layak dibaca siapapun. Novel ini memiliki latar kota Bandung dengan segala kesibukannya. Melalui novel ini pembaca dapat mengambil pelajaran bahwa kita sudah sepatutnya bersyukur atas apa yang kita punya. []








Bulakan, 
Sabtu 08 Agustus 2015
12:05 pm

Olahraga Semasa di Madrasah


Pagi-pagi berangkat kerja liat anak-anak MIN pada pakai seragam olahraga jadi inget waktu seumuran mereka dulu. sampai sekarang ternyata masih belum berubah. kalau mau olahraga harus jalan ke lapangan desa kurang lebih 1 km setelah sebelumnya senam pagi di sekolah bareng sama kelas lain. Paling bete kalo liat guru olahraganya ga ikut jalan kaki, tapi naik motor ke lapangannya sambil sesekali bilang "ayo jalannya yang rapi ya." atau " hati-hati banyak motor" atau "ayo semangat". heu.

Kenapa kami berolahraga di lapangan desa? karena memang kalau olahraga di lapangan sekolah terlalu sempit. belum lagi kalau main sepak bola atau kasti pasti kena kaca jendela sekolah. bisa repot kalau sampai pecah. 

Nah biasanya disana kami main kasti. salah satu olahraga yang saya tidak suka. kenapa? karena saya tidak pernah pas kalo mukul bola kasti yang dilempar oleh sang pitcher (pelempar bola) entah kurang tenaga saat memukul atau ga kena. pernah sekali saya gagal memukul bolanya dan bolanya malah kena muka saya. (jangan tanya sakit atau ngga kena lemparan bola begitu!)

kalau ga main kasti, pasti main sepak bola (buat yang laki-laki). Trus yang perempuan ngapain? bebas. ada yang main volly, skipping, ada juga yang cuma duduk-duduk ga jelas aja nunggu intruksi sang guru. absurd banget ya.

kadang kami yang perempuan juga main sepak bola. (dan saya juga ga suka olahraga ini). tapi ya namanya anak perempuan, mainnya juga sambil jerit-jeritan plus dorong sana dorong sini. haha
satu-satunya olahraga yang saya suka cuma bulu tangkis. mainnya ga ribet dan saya nyaman dengan permainan itu. oya, FYI, saya satu-satunya siswi di kelas yang main bulu tangkis dengan raket di tangan kiri alias kidal. (hello... penting emang ya dikasih tau kalo saya kidal?)

ya kira-kira begitulah suka duka berolahraga masa saya sekolah di madrasah dulu. entah anak-anak sekarang merasakan hal yang sama seperti saya atau tidak. semoga saja mereka ga males seperti saya. hehehe []










Bulakan,
Sabtu, 08 Agustus 2015