“Ada
dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin
ceria.” (hal 63)
Cerita berawal saat Akihiro berpisah dengan ibunya pada
tahun 33 era Showa (1958). Ia bahkan sudah ditinggalkan oleh ayahnya jauh
sebelum ia dilahirkan karena pengeboman yang terjadi di kota Hiroshima. Sejak
kejadian itu, roda perekonomian di kota tersebut menjadi teramat sulit. Akihiro
tinggal bersama ibunya yang membuka usaha bar di rumahnya. Karena merasa
kehidupan di Hiroshima tidak akan baik untuk pendidikan putranya, akhirnya sang
ibu memutuskan untuk menyekolahkan Akihiro di kampung neneknya di Saga yang
jaraknya sekitar 7 km dari kota Hiroshima (bagi Akihiro yang baru duduk dibangku
sekolah dasar, jarak tersebut tentu sangat jauh.) tanpa sepengetahuan
Akihiro, ia dibohongi oleh ibunya dengan alih-alih mengantarkan bibi Kisako
pulang ke Saga. Ternyata sesampainya di stasiun kereta Hiroshima, ia didorong
oleh sang ibu kedalam gerbong tak lama setelah bibi kisako masuk. Ternyata
dirinyalah yang diantar pergi.
Keadaan di Saga ternyata satu tingkat lebih miskin
dibandingkan dengan Hiroshima. Ia seolah kembali ke jaman berpuluh-puluh tahun
lalu. Sang nenek tinggal di rumah yang sangat sederhana dengan atap jerami
persis seperti dalam kisah rakyat jepang. Setibanya di rumah Nenek Osano (58
tahun) ia langsung diajari memasak nasi dengan tungku tua dan kayu bakar.
“selanjutnya setap hari kamu yang akan memasak nasi.” Ucap sang Nenek. Pada
saat itu, ia menurut saja melakukan kegiatan tersebut meski dengan
pertanyaan-pertanyaan mengherankan yang muncul didalam benaknya.
Sejak hari itu, kehidupan baru Akihiro pun dimulai.
Walaupun usia sang nenek sudah menginjak 58 tahun, tetapi ia masih giat
bekerja. Ia bekerja sebagai petugas kebersihan di Universitas Saga dan juga di
Sekolah Dasar yang letaknya saling berdekatan. Sebelum berangkat bekerja, sang
nenek biasanya pergi ke ‘supermarket pribadi’ miliknya. Yang dimaksud
supermarket pribadi adalah sungai yang berada tepat di depan rumahnya. Ada pasar didaerah dekat hulu sungai. sayuran
yang tidak laku atau separuh cacat seperti lobak yang berujung dua dan mentimun
yang bengkok biasanya dibuang ke sungai. Ia memasang galah sebagai penghalang
benda yang terbawa arus sungai agar tersangkut galah tersebut .Dan sang neneklah
yang dengan rutin memunguti sayuran yang terbawa arus tersebut dan mengambil
bagian yang masih bagus yntuk dimasak. Ia menyebutnya “supermarket dengan
pelayanan ekstra yang diantar langsung ke rumahnya dan tanpa biaya.”
Belum hilang kekaguman Akihiro tentang supermarket
pribadi itu, ia kembali dibuat kagum oleh sang nenek saat ia pulang dari
bekerja dengan mengikatkan tali pada pinggangnya yang diujungnya terdapat
magnet. Sepanjang perjalanan pulang, benda-benda logam dan paku akan tersangkut
di magnet tersebut yang kemudian akan dikumpulkan sang nenek untuk dijual jika
sudah banyak. Berbagai cara unik dilakukan sang nenek demi menghemat uang.
Walaupun miskin, namun sang nenek selalu tampak ceria dan punya ratusan akal
untuk meneruskan hidupnya dan membesarkan cucunya.
Dengan ide-ide cemerlang sang nenek, kehidupan yang
mereka jalani selalu penuh tawa. Sulit memang, tapi menarik dan mengasyikan.
Keadaan tersebut secara tidak langsung telah memberi pelajaran yang sangat
berharga untuk Akihiro. Ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan pantang
menyerah. Tidak jarang ia bekerja paruh waktu setelah pulang sekolah atau di
hari libur demi mendapatkan uang jajan. Prinsisp-prinsip hidupnya seperti mengakar
pada ajaran sang nenek selama ia tinggal di Saga.
Berlatarbelakang kisah nyata sang penulis Yoshichi
Shimada yang menghabiskan masa kecilnya bersama sang nenek di Saga, Saga no
Gabai Bachan merupakan novel yang seru, lucu dan mengharukan yang mampu
mengaduk-aduk emosi sang pembaca dan juga membangkitkan kebahagiaan. Novel ini
juga mampu membuat para pembaca tersentuh dan kagum pada kekuatan dan
kepandaian seorang nenek dalam menghadapi kehidupannya. Hal lain yang juga penting
adalah novel ini mampu membuat para pembaca berpikir ulang tentang nilai-nilai
kesederhanaan dalam hidup. Selalu ada sisi baik pada setiap keadaan di
kehidupan kita. Tergantung bagaimana kita menghadapi keadaan tersebut.
Judul : Saga no Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga)
Penulis :Yoshichi Shimada (Nama aslinya Akihiro
Tokunaga)
Penerbit Pertama : Tokuma Shoten Publishing Co., Ltd.
Cetakan Pertama : 2004 (Bahasa Jepang)
Penerbit kedua : Kansha Books
Cetakan pertama :
April 2011 (Bahasa Indonesia)
Penerjemah : Indah S. Pratidina
Jumlah Halaman : 264 halaman
ISBN : 978-602-97196-2-8
Bitung, 17 Januari 2016
20:59 WIB